Warren Buffett: Kesabaran Adalah Aset

Warren Edward Buffett, pria kelahiran 30 Agustus 1930 ini tenar ke seluruh dunia, khususnya para pelaku di pasar finansial, sebagai investor legendaris. Banyak ucapannya yang menjadi mantra dalam berinvestasi.

Gaya berinvestasi Warren Buffett adalah gabungan dari disiplin, kesabaran, dan nilai yang konsisten di atas pasar selama berdekade-dekade. Buffett menetapkan kriteria perusahaan yang bagus sebagai berikut:

  •  Tingkat pengembalian modalnya bagus dan tanpa banyak utang.
  •  Bisnisnya mudah dipahami.
  •  Melihat laba dalam cash flow.
  •  Bisnisnya kuat, sehingga bebas untuk menetapkan harga.
  •  Tidak memilih yang jenius untuk menjalankan roda usaha.
  •  Laba usahanya dapat diprediksi.
  •  Orientasi manajemennya kepada pemilik usaha.

Pidatonya dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) Berkshire Hathaway selalu dinanti. Orang bahkan harus membayar untuk bisa ikut menghadirinya. Acara makan siang amal tahunan “Power Lunch” bersama dia, diundikan. Tahun ini, pemenangnya rela membayar US$ 2,63 juta untuk makan steak bersama Buffett di Smith and Wollensky di Manhattan, New York, AS. Padahal harga sepiring steak di restoran itu ‘cuma’ US$ 36,50.

Buffett barangkali adalah orang yang menakdirkan diri untuk menjadi seorang investor. Saat lulus dari SMA Woodrow Wilson pada 1947, di bawah potret diri pada buku tahunan SMA itu, ia mendeskripsikan diri: suka matematika; broker saham masa depan. “Saya senantiasa tahu akan menjadi kaya. Tidak pernah semenit pun saya ragu akan hal itu,” kata dia suatu ketika.

Namun minat, bakat, dan keterampilannya sudah terasah sejak bocah. Bapaknya, Howard, kebetulan seorang broker saham yang kemudian mengabdi di Kongres AS. Putra satu-satunya dari tiga bersaudara ini membuat takjub teman-teman masa kecilnya lantaran sanggup menghitung angka di luar kepala. Kepandaian ini masih membuat kagum para kolega bisnisnya hingga saat ini. Saat baru berusia enam tahun, Buffett membeli enam pak Coca-Cola dari toko grosir kakeknya seharga 25 sen dolar AS. Satu botolnya ia jual satu nikel (lima sen) sehingga ia menangguk untung lima sen per botol.

Ketika anak-anak sebayanya bermain engklek, Warren menghasilkan uang. Lima tahun kemudian, Buffett sudah melangkah ke dunia keuangan tingkat tinggi. Ia membeli tiga lembar saham Cities Service seharga US$ 38 per saham. Saham itu untuk dia dan kakaknya, Doris. Tak berapa lama, harga saham itu jatuh menjadi US$ 27 per saham.

Buffett remaja pun kaget tapi tidak resah. Ia pegang saham itu sampai kemudian rebound ke harga US$ 40. Mungkin karena kegirangan, saham itu ia jual. Buffett pun menyadari kesalahan ini dan menyesal. Sebab, harga saham Cities Service kemudian menjulang sampai US$ 200. Pengalaman itu telah memberinya satu pelajaran dasar dalam berinvestasi: kesabaran adalah aset.
Pada masa SMA, Buffett juga berinvestasi di bisnis milik ayahnya dan membeli lahan pertanian yang dikelola oleh petani penggarap.
Begitu menyelesaikan kuliah, Buffett sudah memiliki tabungan lebih dari US$ 90 ribu berdasarkan kurs 2009. Per 21 September
2011, kekayaannya mencapai US$ 39 miliar Buffett memiliki filosofi untuk selalu membeli saham pada harga lebih rendah dari nilai intrinsiknya.

Strategi ini disebut value investing. Di samping kepiawaiannya, Buffett memiliki temperamen yang cenderung lebih feminin. LouAnn Lofton menjelaskan ini dalam bukunya, Warren Buffett Invest Like A Girl. Buffett sendiri pernah berkata bahwa temperamen lebih penting untuk sukses berinvestasi dibandingkan intelektualitas.

Strategi Investasi
Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan jika pasar saham anjlok dan nilai portofolio kita susut 10% hanya dalam sepekan? Bagaimana
pula jika satu saham begitu menjanjikan saat membelinya bulan lalu? Perusahaannya menjual barang kebutuhan semua orang. Kondisi keuangannya sangat bagus dan memiliki rekam jejak pertumbuhan yang konsisten. Namun tiba-tiba ekspektasi raihan laba gagal terpenuhi dan harga sahamnya anjlok 15% dalam sehari.

Apa yang akan dilakukan investor? Apakah menjualnya dan mengutuk diri sendiri karena membelinya bulan lalu? Apakah akan duduk rapat-rapat dan tidak melakukan apa pun sampai kerugian terganti lalu sahamnya dijual? Apakah tetap tersenyum, membeli lebih banyak, dan yakin bahwa orang lain salah? Ataukah akan mempelajari dan memastikan lagi penilaian terhadap perusahaan itu, baru tersenyum dan membeli lebih banyak? Kalau jawaban terakhir yang diambil, kita sudah berada dalam jejak langkah berinvestasi ala Buffett. Kalau boleh berlebihan, kita memiliki masa depan cerah di Berkshire. Sebab secara kebetulan, Buffett tengah mencari suksesor.

Strategi investasi Buffett tidak hanya membantunya jadi orang terkaya kedua di AS dan ketiga sejagat. Ia juga menjadi figur paling dicermati, dan juga diimitasi, oleh para investor di Wall Street. Pergerakan saham Berkshire menjadi panduan, para mutual fund meniru strateginya, dan para investor mencontek cara Buffett memilih saham. Tetap saja Buffett menghasilkan uang lebih banyak dibandingkan investor mana pun di seluruh dunia.

Setiap tahun, ribuan pemenang undian dan penggemar terbang ke Omaha untuk mengikuti RUPS Berkshire. Acara rutin itu menjadi semacam festival untuk mendengarkan langsung petuah Buffett. Kalau dalam seabad ini AS harus dipersonifikasikan, barangkali ia adalah Warren Buffett. Ia mungkin tidak seglamor John F Kennedy atau Marilyn Monroe, tapi bagi jutaan investor ia adalah perwujudan dari Mimpi Amerika.

Ia pernah disebut layaknya bisbol dan apple pie bagi Amerika. Ia membuat berinvestasi tampak sederhana. Ia mengidentifikasi perusahaan yang sahamnya undervalued, membeli sahamnya dan dipegang selamanya. “Untuk sukses berinvestasi anda tidak perlu memahami beta, efisiensi pasar, teori portofolio modern, opsi harga atau apalah itu pasar berkembang. Bahkan mungkin lebih baik untuk tidak tahu sama sekali semuanya itu. Tujuan anda sebagai investor hanya untuk membeli, pada harga yang rasional, dan sedikit pengetahuan akan bisnis yang mudah dipahami, yang labanya bisa dibayangkan bakal naik lima kali, 10 kali, dan 20 kali lipat dari sekarang,” tutur Buffett.

Jangka Panjang 
Strategi itu yang membuat dia berhasil mengubah investasi US$ 100 ribu pada 40 tahun lalu menjadi perusahaan dengan pendapatan US$ 136,18 miliar, laba bersih US$ 12,97 miliar, dan total aset US$ 327,23 miliar pada 2010. “Harga adalah apa yang kita bayar, tapi nilai adalah apa yang kita dapat. Jauh lebih baik membeli perusahaan luar biasa pada harga biasa-biasa saja ketimbang perusahaan biasa-biasa saja pada harga luar biasa,” kata dia.

Tapi tetap saja kesuksesan Buffett itu unik. Sebab, value investing itu sangat sulit. Titik awal untuk mengidentifikasi perusahaan seperti itu nyaris mustahil bagi kebanyakan investor. Sebab, secara psikologis sungguh menyakitkan untuk membeli saham yang tidak dilirik orang lain. Bahkan lebih sulit lagi membeli untuk memertahankannya. “Saya tidak pernah berusaha menghasilkan uang dari pasar saham. Saya membeli dengan asumsi pasar besok akan tutup dan tidak buka lagi sampai lima tahun ke depan,” ujar dia. “Beli lah hanya saham yang anda betul-betul senang memegangnya jika pasar tutup sampai 10 tahun. Periode kepemilikan favorit kami adalah selamanya,” tambah Buffett.

Ia memberi saran bahwa saat terbaik untuk membeli saham adalah pada hari (day) manakala tidak ada mengapa (y) di dalamnya.
“Investor hari ini tidak mendapatkan untung dari pertumbuhan kemarin. Aturan pertama adalah jangan penah merugi. Aturan kedua adalah jangan pernah lupa dengan aturan pertama,” tandas Buffett.

Sumber: Investor Daily